Mengenai mitos di sekitar anak saya dapat penjelasannya dari salah seorang Psikolog dari Universitas Atma Jaya Jakarta , Zahrasari Lukita Dewi, Psi. Informasi ini saya ambil dari (Dedeh Kurniasih - http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg02551.html) Beliau menjelaskan bahwa mitos adalah suatu keyakinan yang dipercaya kebenarannya secara turun temurun.
8 Mitos sekitar anak balita biasanya meliputi :
1. Menungging karena melihat adik dalam kandungan ibu
Menungging, dilihat dari sudut pandang psikologis, merupakan bagian dari perkembangan anak batita. Hal ini berkaitan dengan keterampilan motorik kasarnya yang makin baik karena otot-ototnya, dari otot tangan, leher, hingga kakinya semakin kuat. Kemampuan koordinasi si batita juga makin berkembang.
Dengan segala kemampuannya, ia jadi tambah asyik bereksplorasi, termasuk coba-coba menungging. Nah, setelah sekali dilakukan, ternyata ia merasakan sensasi lain saat menungging "Wah, kok beda ya, semua jadi kelihatan terbalik!" misalnya. Ia lantas jadi ingin melakukannya lagi. Biasanya perilaku menungging akan diikuti dengan gerakan koprol.
Gerakan tersebut tampaknya memang berisiko. Namun, menurut Aya, orang tua jangan serta merta melarang perilaku si kecil ini. Sejauh tidak membahayakan dirinya dan ada pengawasan dari orang dewasa, saat ia menungging-nungging di atas kasur, umpamanya, biarkan saja. Dengan begitu, rasa penasarannya untuk mengeksplorasi bagaimana rasanya nungging dapat terpenuhi. "Kalau perlu, bantu ia melakukan gerakan koprol," saran Aya. Hanya saja, gerakan ini sebaiknya tidak dilakukan di lantai atau permukaan yang keras.
2. Anak rewel kala ibu hamil
Jangan lupa keadaan ibu yang sedang hamil, yang cepat capek dan sering mual, lalu uring-uringan, bisa berdampak juga pada si kecil. Mungkin saja, ia merasakan adanya perbedaan setelah ibu hamil. Yang tadinya rajin membacakan buku cerita sebelum ia tidur, kini tidak lagi, umpamanya. Merasa tidak diperhatikan inilah yang membuat anak jadi sering rewel.
3. Anak sering sakit karena mau pintar
Secara logika anak akan selalu mengalami perubahan karena ia selalu berkembang dan kepintarannya juga selalu bertambah. Apalagi masa batita merupakan tahapan terpesat dalam perkembangan anak. Suatu hari bisa saja si kecil baru bisa melompat beberapa sentimeter dan bulan depannya sudah bisa melompat belasan sentimeter dengan kedua kakinya. Jadi, anak tetap akan berkembang walaupun tidak disertai tanda-tanda sakit seperti mencret, panas, batuk atau lainnya. Malah, sakit-sakitan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya karena energi yang seharusnya digunakan untuk berkembang malah terpakai untuk mengatasi sakitnya.
Lalu, mengapa anak sering sakit di masa batita? Menurut Aya karena di usia ini si kecil sudah mulai senang bermain di luar rumah, sementara masalah kebersihan terkadang sulit dijaga. Selain itu, anak juga sudah mengonsumsi makanan yang bervariasi yang mungkin kurang terjaga kualitas dan kebersihannya. Sedangkan kematangan pencernaan anak berbeda-beda. Belum lagi aktivitasnya yang sudah mulai meningkat seiring dengan kemampuan bereksplorasinya. Padahal daya tahan tubuhnya baru dalam tahap belajar menyesuaikan diri dengan segala stimulus yang beragam.
Jadi, sekali lagi, tidak ada hubungan antara anak yang sering sakit dengan kepintarannya yang mau bertambah. Toh, kalau orang tua meyakininya, ya boleh-boleh saja. Yang penting, saat anak jatuh sakit, tetap harus ada upaya penyembuhan yang tepat dengan membawanya ke dokter.
4. Rewel saat tidur malam karena mendapat firasat musibah
5. Anak tak mau didekati seseorang yang bukan orang baik
Jika anak menolak didekati seseorang, penyebabnya bukan masalah orang tersebut baik atau tidak, tetapi lebih pada apakah upaya pendekatannya terhadap anak sukses atau tidak. Hal ini juga berkaitan dengan tipe anak. Ada tipe anak sulit yang tak mudah didekati orang. Namun, ada juga anak yang mudah dan bisa cepat akrab dengan orang, sekalipun belum dikenalnya.
6. Anak banyak ngoceh akan lebih cepat bicara
Mengoceh merupakan bagian dari tahapan perkembangan bicara anak. Di masa batita, anak memang sedang dalam tahap belajar bicara. Yang perlu diketahui, proses belajar bicara sangat individual sifatnya. Ada anak yang cepat bicara dan ada yang lambat. Ada anak yang melalui satu per satu tahapan bicara; dari mengoceh lalu berbahasa "planet" kemudian berbicara. Ada juga yang lebih banyak diam, tak banyak mengoceh, tapi setelah bisa berbicara akan terdengar jelas dan lancar. Jadi, tak berarti anak yang tak banyak ngoceh akan lambat bicara, sejauh kondisi itu tidak ekstrem. Dalam arti, anak masih bereaksi bila diajak bicara dan tidak memiliki kelainan, seperti autisme dan lainnya.
7. Anak akan terjatuh sampai 40 kali
Jika mitos ini benar-benar diyakini, para ibu pasti akan menghitung setiap kali anaknya terjatuh. Kalau belum sampai 40 kali, perasaannya akan cemas terus "Aduh, jumlah jatuhnya kok belum 40 sih. Lama banget!"
Sama sekali tidak ada jaminan, setelah kali yang ke-40 anak tidak akan jatuh lagi. Soal seringnya anak batita terjatuh tak lain berkaitan dengan tahapan perkembangan kemampuan motorik kasarnya. Ia yang sudah bisa berjalan, kini bisa berlari kencang, melompat dan lainnya. Rasa percaya dirinya sudah muncul. Hanya saja, hal ini terkadang tidak dibarengi dengan kontrol diri yang baik karena koordinasi fisik, indra, dan emosinya memang belum seimbang.
Jadi bagaimana anak tidak sering terjatuh, bila berlari-lari tanpa lihat-lihat. Untuk mengantisipasi hal ini, mau tak mau orang tua mesti turun tangan. Saat lantai rumah licin karena habis dipel, umpamanya, segera beritahu si kecil. "Dek, jangan lari-lari dulu ya soalnya lantainya licin."
8. Anak ngeces karena ngidam ibu tak terpenuhi
Bila anak batita masih sering ngeces, itu bukan karena ngidam ibunya sewaktu hamil tidak terpenuhi. Banyak ibu hamil yang ngidamnya tak terpenuhi tapi anaknya baik-baik saja alias tidak pernah ngeces. Jadi, kalau si batita masih ngeces, kemungkinan ada masalah di seputar rongga mulutnya. Apakah ia sedang tumbuh gigi atau tengah mengalami sariawan. Untuk itu, pemeriksaan secara medis diperlukan untuk mengetahui penyebabnya.
Betul sekali ulasannya, sayangnya masih banyak sekali para ibu-ibu (baik ibu-ibu muda maupun ibu-ibu tua) yang mempercayai hal tersebut.
BalasHapuskyaknya perlu di sosialisasikan waktu posyandu tuh, mklum negara kita masih percaya pada mitos2 yang gak menguntungkan.
BalasHapus