Minggu, 01 Februari 2009

Saksi mata tragedi pembantaian kamp Sabra-Shatila

Kekejian Israel (my.opera.com) : Salah satu saksi mata tragedi pembantaian Sabra Shatila yang merupakan genosida paling berdarah, Dr.Ang Swee Chai, mengungkapkan kekejian Israel di balik pembantaian sadis oleh tentara Israel di Sabra Shatila-Palestina.



Dr. Ang Swee Chai, penulis buku From Beirut to Jerussalem (Doktrin Perang Israel Dalam Tal Mud), yang juga sebagai Dokter, memberikan kesaksian terhadap pembantaian rakyat Palestina.

Sabra-Shatila adalah nama dua buah kamp pengungsian Palestina di wilayah Beirut Barat yang letaknya berhimpitan. Selain Sabra-Shatila, ada pula kamp pengungsi Mar Elias, Bour el-Brajneh, dan sebagainya.

Seperti layaknya kamp-kamp pengungsian Palestina lainnya, kamp pengungsian Sabra-Shatila yang luasnya tidak begitu besar dihuni oleh ribuan warga Palestina. Mereka tinggal di dalam kamar-kamar sempit dan kumuh di mana fasilitas sanitasi dan kesehatan sangat tidak layak.

Excerpted from The Dossier on Palestine
Sumber Gambar dari Shunpiking

Beberapa pekan bertugas di Beirut, untuk menghentikan serangan membabi-buta yang dilakukan Israel, para pejuang Palestina akhirnya dievakuasi keluar dari Beirut diangkut dengan kapal-kapal laut di bawah kawalan Perancis dan Italia. PBB Mengirim sejumlah pasukan penjaga perdamaian. Sebab itu, Israel kemudian menghentikan serangannya, setidaknya untuk sementara waktu. Ini terjadi beberapa saat mendekati September 1982.

Di Beirut, orang-orang keluar dari tempat perlindungan dan membersihkan semua puing-puing dan jalanan. Harapan hidup kembali bersinar di mata-mata mereka. Bukan itu saja, sesuai permintaan PBB, para ibu-ibu Palestina juga menyerahkan semua senjata api yang tadinya disimpan di dalam rumah sebagai alat penjagaan diri kepada lembaga internasional.

“Harapan akan perdamaian terlihat di mata mereka. Para ibu-ibu Palestina menyerahkan semua senjata yang mereka miliki. Mereka mulai membersihkan jalan dan puing-puing rumahnya. Anak-anak kecil mulai bisa berlarian, bermain di jalan-jalan yang masih terlihat kotor oleh puing-puing yang disingkirkan ke pinggirnya. Mereka sangat yakin bahwa kehidupan akan pulih seperti sedia kala, ” ujar Dokter Ang.

Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Setelah jalan-jalan bersih dari tumpukan karung-karung berisi pasir, beton-beton dan batu-batu yang tadinya sengaja dipasang sebagai barikade, setelah keluarga-keluarga Palestina di kamp pengungsian tidak lagi memiliki senjata, maka suatu malam, 14 September 1982, sebuah ledakan besar terdengar di seantero Lebanon. Calon Presiden Lebanon dari kalangan Kristen, Bashir Gemayel terbunuh.

Esok paginya, saat hari masih gelap, udara Lebanon dipenuhi gelegar raungan pesawat-pesawat tempur Israel. Burung-burung besi itu secara royal menjatuhkan bom-bom yang kembali melantakkan Beirut.


Bumi tempat Dokter Ang Swee Chai berpijak dirasakan bergetar oleh deru ratusan tank Merkava milik Israel yang berkonvoi masuk Beirut dan mengepung kamp pengungsian Sabra-Shatila. Tank-tank ini diikuti oleh tentara infanteri Israel dan sekutu mereka, Milisi Phalangis, yang terdiri dari orang-orang Kristen Lebanon bersenjata yang memang dekat dengan kaum Yahudi.

Kamp-kamp pengungsian yang waktu itu hanya dihuni oleh kaum wanita, jompo, dan anak-anak kecil serta bayi, karena para pejuang Palestina yang terdiri dari laki-laki muda telah pergi, kembali senyap. Mereka kembali masuk kembali ke rumah-rumahnya yang telah hancur dan mengunci diri di dalamnya. Kepungan yang dilakukan tank-tank dan tentara Israel sangat rapat sehingga seekor kucing pun tak akan bisa meloloskan diri.

Dokter Ang Swee Chai pagi hari segera menuju Rumah Sakit Gaza yang terletak tidak jauh dari kamp pengungsian Sabra-Shatila. Sepanjang hari Beirut Barat dihujani bom yang dimuntahkan dari tank dan pesawat pembom.

“Pukul empat kurang lima belas menit di sore hari, zona pengeboman telah mendekati jarak tiga perempat kilometer dari rumah sakit, orang-orang yang berusaha meninggalkan kamp telah kembali dan mengatakan jika semua jalan yang mengarah ke kamp telah diblokir oleh tank-tank Israel,” tulis Dokter Ang.

Tidak sampai sejam kemudian, tentara Israel menyerbu Rumah Sakit Akka dan menembak mati para perawat, dokter, dan seluruh pasien. Seluruh perempuan di rumah sakit tersebut diketahui diperkosa dahulu sebelum dibunuh. Orang-orang yang berada di sekitar rumah sakit berlarian ke sana kemari mencari tempat yang dianggapnya aman. Mereka berteriak-teriak bahwa tentara Israel mengejar mereka dengan tank.




Families lined up outside their homes and executed
Foto diatas diambil oleh Ang Swee Chai. Foto lainnya dapat Anda lihat di sumber gambar.
Sumber Gambar dari In Minds
Ketika malam tiba, suara dentuman meriam dan ledakan besar tidak lagi terdengar, hanya saja rentetan senapan mesin masih berlangsung sepanjang malam. Langit di atas kamp Sabra-Shatila terang benderang oleh peluru-peluru suar yang ditembakkan oleh tank dan helikopter. Menjelang pagi, raungan pesawat tempur kembali terdengar disusul suara ledakan keras di sana-sini. Rentetan tembakan tidak pernah berhenti.

“Ini membuatku bertanya-tanya apakah di kamp itu masih ada pejuang-pejuang Palestina?” tanya Dokter Ang keheranan karena ia tahu betul bahwa tidak ada seorang pejuang Palestina pun yang masih ada di kamp.

Ketika hari mulai siang, Dokter Ang kedatangan banyak sekali perempuan-perempuan Palestina yang terluka tembak. Dari mereka Doker Ang mengetahui jika tentara Israel mengawal anggota-anggota milisi Kristen Phalangis untuk membantai orang-orang Palestina di kamp Sabra-Shatila.

Dalam bukunya, Dokter Ang yang menjadi salah satu saksi mata tragedi pembantaian kamp Sabra-Shatila menulis, “Tentara-tentara Israel dan sekutunya itu merangsek ke rumah-rumah dan gang-gang kecil sambil menembakkan senjata mereka dengan royal. Granat dan dinamit mereka lemparkan ke jendela-jendela rumah yang penuh berisi orang. Para perempuan banyak yang diperkosa sebelum dibunuh. Para bayi Palestina diremukkan tulang-tulang dan kepalanya sebelum dibunuh. Banyak anak-anak kecil dilempar ke dalam api yang menyala-nyala, yang lain tangan dan kakinya dipatahkan oleh popor senjata. Untuk pertama kalinya, aku menangis di sini.”

Sejarah mencatat, pembantaian Sabra Shatila merupakan genosida paling berdarah. Hanya dalam waktu tiga hari, tidak kurang dari 3. 297 orang Palestina—kebanyakan para perempuan dan anak kecil, bahkan bayi-bayi—menemui ajal dengan cara yang amat mengerikan. Anehnya, PBB dan dunia internasional tidak mengecam tragedi besar ini. Media Barat pun banyak yang berupaya menutup-nutupi fakta yang terjadi.



6 komentar:

  1. sungguh keji dan biadab apa yang telah dilakukan oleh anjing2 yahudi itu semoga mereka dilaknat oleh Allah SWT dan kekal selama2nya di neraka jahanam........

    BalasHapus
  2. Astagfirullah,,,
    speechless....
    Allah Maha Agung dan Maha Pemberi Pembalasan
    hanya tinggal menunggu waktu...
    tapi
    sayang :(,,,kenapa kita sampai saat ini belum bersatu untuk menghacurkan kebiadaban Yahudi padahal kekejamannya tampak dengan jelas di depan kita...

    BalasHapus
  3. astagfirullah..siapa yang ga merinding ngebacanya??apalagi kalo liat gambar2 dan tulisan dari sumber lain yang semuanya satu suara dgn apa yg dikatakan Dr Ang.
    saya ga habis pikir,apa yg mreka rasakan stelah mreka ngebantai orang??setan macam apa yg mendorong mreka terus ngelakuin hal bejat ky gitu??alangkah sesatnya org yg jd sekutu Yahudi!

    BalasHapus
  4. segala yang terjadi telah menjadi ketentuan Allah SWT, Ia-lah Yang Maha Adil dalam menghakimi meskipun kesalahan sekecil atom pasti akan ada balasannya... saat ini hanya do'a yang mampu saya panjatkan kehadirat-Nya, "Ya Allah... Jihadkanlah mereka yang telah menjadi korban keterbelakangan manusia yang telah nyata kutukan atas kaumnya hingga keturunannya yang paling terakhir, berikanlah ketabahan bagi kami dalam menghadapi semua ini... semoga kesabaran, ketabahan dan keyakinan kami berada pada jalan kebenaran yang telah Engkau tentukan... Ampunilah dosa-dosa kami serta dosa-dosa saudara kami (ummat muslim)..." Amin... yakinlah akan sebuah proses... perhatikan dampak positif yang kita (ummat muslim) terima dengan kejadian ini, dan dampak negatif yang mereka (kaum yahudi-zionis) ambil atas kekejiannya... sesungguhnya Allah SWT telah membutakan mereka (kaum yahudi-zionis) dari pandangan akan nilai-nilai kebenaran... mereka (kaum yahudi-zionis) tengah membangun neraka untuk tempat tinggal mereka (kaum yahudi-zionis) yang permanen pada kehidupan setelah ini kelak... Naudzubillahi Mindzalik...

    BalasHapus
  5. Laknatullah Israel. kenapa PBB diam, kenapa dunia internasional diam, apa karena mereka juga senang kalu umat islam dibantai? Semoga Allah melaknat Israel bangsa Yahudi yang telah membunuh rakyat palestina. Balasan Allah tidak akan meleset, kalau di dunia mereka bisa tertawa tp di akhirat tak seorang pun bisa terhindar dari Azab Allah swt.

    BalasHapus
  6. Ya allah engkau maha melihat apa yg terjadi maka bersabarlah wahai muslim di dunia karena allah akan membalas sesuai perbuatan manusia tsb...bukan kah yahudi dan nasrani adalah bahan bakar api neraka....?

    BalasHapus

Tulis di kolom komentar pidato tema apa yang anda butuhkan?